Prabu Kresna dan Senjata
Cakra

Dalam pewayangan senjata Cakra digambarkan berbentuk roda dengan gigi-gigi yang menyerupai mata tombak. Pada Wayang Kulit Purwa dan Wayang Orang, senjata Cakra dirupakan sebagai mata panah (nyenyep bhs jawa), sedangkan dalam penggambarannya di beberapa dinding candi serta di komik-komik yang diterbitkan di Jawa Barat, Cakra dilukiskan berbentuk semacam cakram yang tepinya bergerigi.
Sewaktu pecah
perang antara Keluarga Pandawa dan Kurawa, Cakra digunakan untuk menghalangi
sinar matahari. Prabu Kresna berbuat begitu agar semua orang mengira hari telah
senja. Waktu itu, sehari sebelumnya Arjuna bersumpah, “ Jika besok, sebelum matahari terbenam aku tidak dapat membunuh
Jayadrata, lebih baik aku mati ”. Sumpah Arjuna itu karena dendamnya atas
kematian putera kesayangannya Raden Abimanyu yang terjebak dalam formasi Cakrayudha.

Karena senjata
Cakra menghalangi matahari, suasana di bumi, saat itu tampak seperti senja
hari. Jayadrata yang merasa dirinya aman karena mengiranya batas waktu telah
lewat, segera keluar dari persembunyiannya. Ia ingin menonton bagaimana Arjuna
bunuh diri melaksanakan sumpahnya. Namun ketika Arjuna melihatnya, ksatria
Pandawa itu langsung membunuh Jayadrata dengan anak panahnya. Leher Jayadrata
putus tertebas anak panah Arjuna. Sesudah Jayadrata mati, barulah Prabu kresna
menarik kembali Cakra dan dunia kembali terang benderang.
Prabu Kresna
pernah menggunakan senjata Cakra itu untuk membunuh saudara sepupunya, Sisupala,
karena raja Cedi itu telah menghinanya di depan umum. Peristiwa ini terjadi
pada saat Prabu Yudhistira mengadakan upacara Sesaji Rajasuya. Selain itu,
Cakra juga digunakan Kresna untuk membunuh Bomanarakusuma, anaknya sendiri,
karena Boma berani melawan para dewa dengan menyerbu kahyangan, lagi pula Boma
juga membunuh Samba, anak kesayangan Prabu Kresna.
Meskipun pada
dasarnya Cakra adalah senjata andalan bagi tokoh wayang titisan Bathara Wisnu,
tetapi pada zaman Prabu Arjuna Sasrabahu senjata ini merupakan milik Patih
Suwanda alias Bambang Sumantri.
Dalam pewayangan
gagrak Jawa Timur diceritakan, senjata Cakra Baskara tercipta dalam lakon
Wisnusraya. Suatu ketika, Prabu Mangliawan dari Kerajaan Selagringging menyerbu
kahyangan, karena pinangannya terhadap Dewi Sri Pujayanti ditolak. Bala tentara
dewa kewalahan menghadapinya. Sang Hyang Narada menugasi Bathara Wisnu untuk
menghadapi Prabu Mangliawan.
Sebelum
berangkat ke medan laga Bathara Wisnu menyuruh istrinya memohon restu pada Bathara
Guru.
Namun pemuka
dewa itu tidak berkenan karena ia masih sakit hati pada Wisnu dan Dewi Sri,
karena mereka kawin, padahal Bathara Guru juga berminat memperistri Dewi Sri.
Bathara Guru bahkan membuang ludah dahaknya sehingga menodai kain yang
dikenakan Dewi Sri.
Dewi Sri kemudian
melaporkan segala kejadian itu pada suaminya. Oleh Wisnu dahak Bathara Guru
yang menempel di kain istrinya dipuja menjadi sebuah senjata sakti berbentuk
bulat, dengan delapan runcingan di sekeliling sisinya. Senjata itu dinamakan
Cakra Baskara atau Riak Kumala.
Menurut versi
yang ini, kisah terjadinya senjata Cakra dimulai dari niat Bathara Guru untuk
berolah asmara dengan Dewi Sri Widawati. Sang Dewi menolak dan memohon
perlindungan Bathara Wisnu. Ketika bathara Wisnu hendak menyadarkan Bathara Guru
bahwa perbuatannya tidak pantas, pemuka dewa itu malah marah, lalu melakukan
tiwikrama. Keempat tangannya menjadi besar dan panjang hendak mencengkeram Bathara
Wisnu.
Karena takut
sekaligus marah, Bathara Wisnu melakukan tiwikrama, berubah ujud menjadi Kalamercu.
Bathara Guru kewalahan dan menghentikan serangannya, tetapi rasa kesalnya belum
reda. Bathara Wisnu diludahi. Kemudian bersama Bathari Sri Widawati dan Bathara
Basuki, Bathara Wisnu diusir dari kahyangan. Sebelum meninggalkan kahyangan,
Bathara Wisnu memuja ludah Bathara Guru menjadi senjata Cakra. Mulai saat
itulah mereka menitis pada manusia yang dipilihnya.
Pertama kali
senjata Cakra digunakan oleh batara Wisnu memenggal leher Rembuculung atau Kala
Rudra. Sewaktu mendapat laporan dari Bathara Candra bahwa Rembuculung mencuri
air kehidupan Tirta Amerta. Bathara Wisnu segera memburunya. Dengan Senjata
Cakra, dewa Pemelihara Alam itu memenggal leher Rembuculung hingga putus.
Namun, karena raksasa gandarwa itu sempat meneguk Tirta Amerta. Sebelum sempat
tertalan, kepala Rembuculung tidak mati, sedangkan badannya menjadi lesung.
Kala
Cakra dalam bahasa Sansekerta mengandung arti bulatan atau lingkaran, piringan,
roda atau sejenis dengan itu.
Seni Budaya Jawa (wayang) Salah Satu Media Pemersatu dan Hiburan Rakyat
- Warisan budaya nasional atau warisan budaya daerah adalah cermin
tingginya peradaban bangsa.
- Melestarikan budaya nasional warisan leluhur
sebagai wujud jati diri dan watak bangsa Indonesia.sumber: media seni budaya wayang Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar